Saya mau bahas sebuah kata dari situasi yang mungkin banyak terjadi di masyarakat sekitar. Begini:
Suatu hari, si Fulan membeli TV layar lebar. Si Pailul, yang tinggal dekat rumah Fulan, melihat tetangganya itu membeli TV baru. Pailul yang hanya memiliki TV kecil hitam-putih merasa iri hati, sebal, dan sewot karena ia juga ingin memiliki TV berwarna berukuran besar seperti yang dimiliki Fulan. Melihat gelagat sewot si Pailul, si Fulan berkata, “Yee, syirik, lu! Kalo mau, beli, donk!”.
Nah, kata “syirik” pada ucapan si Fulan itulah yang ingin saya bahas kali ini. Karena, orang di Indonesia banyak tidak tepat—menurut saya— menggunakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab itu seperti yang diucapkan Fulan di atas. Masyarakat kebanyakan menggunakan kata ini untuk menggambarkan keadaan atau sifat seseorang yang tidak senang atas kebahagiaan, kecukupan, kesuksesan, atau sesuatu yang dimilki orang lain. Apakah kata serapan itu memang bermakna demikian dalam bahasa Indonesia? Setahu saya, bukan seperti itu makna kata tersebut dalam KBBI.
Kata “syirik” yang ada di Indonesia merupakan serapan dari bahasa Arab. Akar kata itu dalam bahasa Arab adalah شركŠaRiKa yang berarti “bersekutu, berserikat, berpartisipasi, dan berbagi”. Dari akar kata inilah, muncul turunan kata شِركširk yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata “syirik”. Kata شِركširk ini sendiri berarti “politeisme, pemujaan berhala” atau makna yang paling dikenal adalah “mempersekutukan Allah dengan apa pun”.
Dari kata tersebut, muncul juga kata مشركmušrik yang merupakan bentuk kata partisipel aktif atau pelaku (فاعلاسمism fa:’il) dengan arti “politeis, orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun”. Kata ini tetap memiliki arti yang sama setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Seandainya kata “syirik” pada ucapan Fulan di atas disesuaikan dengan makna yang sebenarnya, yaitu “mempersekutukan Allah dengan apa pun”, maka ucapannya itu menjadi tidak tepat bahkan dapat menjadi fitnah. Karena, belum tentu jika si Pailul merupakan orang yang mempersekutukan Allah atau penganut politeisme.
Jadi, berdasarkan asal kata “syirik” ini, saya merasa lebih tepat jika ucapan si Fulan pada situasi di atas diganti dengan kata “iri”. Dengan demikian, ucapan si Fulan jadi berbunyi, “Yee, iri, lu! Kalo mau, beli, donk!”.
Demikianlah pendapat yang saya kemukakan. Bagaimanapun juga, hal di atas merupakan pendapat saya pribadi. Jika terdapat kesalahan, mohon dima’afkan dan jangan sungkan untuk memerbaiki dan memberi masukkan.
Sebagian besar rekan-rekan mungkin telah mengetahui bahwa جملةjumlah/tun dalam bahasa Arab berarti “kalimat” dalam bahasa Indonesia. Sementara, كلمةkalimah/tun berarti “kata” dalam bahasa Indonesia. Mengapa terjemahannya terlihat tidak sesuai antara كلمةkalimah dan “kalimat”? Saya tidak akan bahas itu. Hehehe….
Yang ingin saya sampaikan kali ini adalah mengenai jumlah (kalimat) dalam Al-‘Arabiyyah. Jumlah dalam bahasa Arab terbagi dalam dua macam, yaitu اسميةجملةjumla ismiyya (kalimat nominal) dan فعليةجملةjumla fi’liyya (kalimat verbal). اسميةجملةjumla ismiyya dikenal sebagai kalimat yang dimulai dengan اسمism (nomina) atau subyeknya berada pada permulaan kalimat. Adapun فعليةجملةjumla fi’liyya merupakan kalimat yang dimulai dengan فعلfi’l (verba).
Nah, yang ingin saya bahas di sini adalah mengenai اسميةجملةjumla ismiyya. Seperti namanya, jumlah ismiyyah biasa diawali dengan isim. Konstruksi kalimat ini memiliki dua bagian yang disebut مبتدأmubtadaɁ dan خبر /المبتدأخبرxabar/xabar al-mubtadaɁ.
MubtadaɁ, yang berarti ‘permulaan’, merupakan subyek kalimat yang berbentuk definit (معرفةma’rifa). Karena selaku subyek kalimat, ia selalu berada dalam kasus nominatif (مرفوعmarfu:’), yaitu berharakat ضمّةḍamma (ُu) pada akhir kata.
Kata الناشرُan-na:širu dan الشرطىُّaš-šurṭiyyu pada kalimat nominal di atas merupakan مبتدأmubtadaɁatau subyek kalimat.
Adapun xabar, yang berarti ‘berita’ atau ‘informasi’, merupakan predikat kalimat yang berfungsi untuk menandai atau memberitahukan mengenai subyek, juga untuk membuat kalimat menjadi sempurna (مفيدةجملةjumla mufi”da). Xabar terdiri atas tiga jenis.
Pertama, xabar yang berbentuk kata tunggal (مفرداسمism mufrad). Xabar ini berbentuk indefinit (نكرةnakira) dan berkasus nominatif (berharakat ضمّةḍamma) seperti mubtadaɁ. Ia juga mengikuti aturan kesesuaian terhadap mubtadaɁ yang diberitakannya. Maksudnya, jika mubtadaɁ berupa kata dari golongan makhluk berakal, maka xabar harus menyesuaikan bentuk yang sama seperti mubtadaɁ dalam jenis (feminin/maskulin) dan jumlah (tunggal, dual, dan jamak).
Pada contoh di atas, التلميذةُat-tilmi:ðatu merupakan mubtadaɁ yang berupa nomina feminin (مُؤنّثmu?annaθ) tunggal, maka xabar kalimat itu juga berupa kata berjenis feminin tunggal ناجحةٌna:jiḥatun.
MubtadaɁpada kalimat kedua, yaitu التلميذانat-tilmi:ða:ni, merupakan nomina maskulin (مُذكّرmuðakkar) berbentuk dual. Oleh karena itu, xabar-nya juga berupa kata berbentuk dual maskulin ناجحانna:jiḥa:ni. Hal serupa juga terjadi pada kalimat ketiga yang mubtadaɁ dan xabar-nya berupa kata jamak.
Namun, jika mubtadaɁ berupa makhluk tak berakal atau kata benda abstrak berbentuk jamak, maka xabar cukup dalam bentuk kata feminin tunggal.
Contoh: صعبةٌالإمتحاناتُal-Ɂimtiḥa:na:tu ṣa’batun
(itu)ujian-fpl sulit-f
‘ujian-ujian itu sulit’
Pada contoh di atas, الإمتحاناتُal-Ɂimtiḥa:na:tu adalah mubtadaɁ yang berupa nomina feminin jamak dari kata abstrak atau tak berakal. Dengan demikian, xabar-nya cukup dalam bentuk kata feminin tunggal صعبةٌṣa’batun.
Kedua, Xabar yang berupa jumlah (kalimat) baik ismiyyah maupun fi’liyyah. Xabar yang berupa jumlah harus mengandung penanda pronomina (ضميرḍami:r) yang sesuai dengan mubtadaɁ-nya. Pada xabar yang berbentuk jumlah ismiyyah, penanda ضميرḍami:r berupa sufiks pronomina (متصلضميرḍami:r muttaṣil).
(itu)pelatih-dual 3mdual-berkelahi di dalam (itu)lapangan
‘kedua pelatih itu berkelahi di dalam lapangan’
MubtadaɁpada kalimat pertama adalah المدبّرةُal-mudabbiratu yang berjenis feminin tunggal, sedangkan xabar-nya adalah كثيرةٌسيّارتُهاsayya:ratuha: kaθi:ratun yang berupa jumlah ismiyyah. Pada xabar itu dicantumkan sufiks pronomina orang ketiga tunggal feminin هَاha: “nya” (di kata سيارةsayya:ra) yang mengacu kepada المدبّرةُal-mudabbiratu selaku mubtadaɁ.
Adapun mubtadaɁpada kalimat kedua adalah المدرّبانal-mudarriba:ni yang berupa nomina berjenis maskulin dual, sedangkan xabar-nya adalah يضاربانyuḍa:riba:ni. Xabar yang berupa fi’l (verba) itu harus sesuai dengan mubtadaɁ-nya, sehingga bentuknya adalah verba orang ketiga dual maskulin.
Ketiga, xabar berupa atau mengandung preposisi dan kata yang didahuluinya (ومجرورجارja:r wamajru:r), atau kata keterangan tempat (مكانظرفẓarf maka:n) dan kata keterangan waktu (زمانظرفẓarf zama:n).
MubtadaɁpada kalimat pertama adalah زينبُzainabu, sedangkan xabar-nya adalah السريرعلى‘ala: s-sari:ri yang terdiri atas preposisi على ‘ala: dan diikuti kata السريرas-sari:r yang dalam keadaan مجرورmajru:r.
Adapun mubtadaɁ kalimat kedua dan ketiga adalah الرئيسزوجةُzaujatu r-raɁi:si dan الجمعةيومُyaumu l-jum’ati . Xabar kedua kalimat itu adalah أمامɁama:ma yang berupa kata keterangan tempat dan قبلqabla yang berupa kata keterangan waktu.
Sebelumnya, telah disebutkan bahwa mubtadaɁ selalu berbentuk definit dalam jumlah ismiyyah. Namun, ada juga mubtadaɁ yang berbentuk indefinit ( نكرةnakira). Jika mubtadaɁ dalam kalimat itu berbentuk indefinit, maka ia tidak diletakkan di awal kalimat. Sebagai gantinya, xabar-lah yang mendahului mubtadaɁ-nya, sehingga hal itu disebut sebagai مقدّمخبرxabar muqaddam/ المبتدأعلىالخبرتقدّمtaqaddumu l-xabari ‘ala: l-mubtadaɁ, yaituxabar yang mendahului mubtadaɁ.
Contoh: وردةٌالبستانِفيfi: l-busta:ni wardatun
di (itu)kebun mawar
‘di kebun itu, ada setangkai mawar/ ada setangkai mawar di kebun itu’
Pada kalimat di atas, mubtadaɁوردةٌwardatun yang berbentuk indefinit diletakkan setelah xabarالبستانِفيfi: l-busta:ni.
Kiranya sekian saja apa yang bisa saya sampaikan. Jika terdapat kesalahan, mohon dima’afkan dan jangan sungkan untuk memerbaiki dan memberi masukkan.
Wuaah…! Sampai juga kita pada bagian akhir dari penjelajahan nomina bentuk terikat Bahasa Ibrani ini. Mungkin, perjalanan panjang dari seluruh bagian 4 ini cukup monoton dan membingungkan bagi yang tidak mengerti. Tapi…., ya, begitulah. Kalau begitu, langsung saja kita jelajahi bagian 4 yang terakhir ini….
공부하자….!!!
4.3.4 Dari Nd dengan Satu Vokal Pendek
Nb feminin dari pola-pola ini dibentuk dengan menambahkan sufiks feminin pada nd maskulin (dari subbab 4.2.4). Nb tersebut di antaranya adalah: qǎṭlāh (qǎṭl + āh); qǐṭlāh (qǐṭl + āh) atau menjadi qěṭlāh jika radikal pertama berupa konsonan gutural; qǒṭlāh (qǒṭl atau qǔṭl + āh). Adapun nb feminin dengan konsonan ו /w/ (wāw) atau י /y/ (yôdh) adalah qôlāh dan qêlāh.
Perubahan pada nt dilakukan hanya dengan mengganti sufiks feminin bentuk bebas dengan bentuk terikat. Pola nt dari pola nb qǎṭlāh mempunyai dua bentuk, yaitu qǎṭlǎth dan qǐṭlǎth. Oleh karena itu, sukar untuk membedakan dengan nt yang berasal dari nb pola qǐṭlāh.
‘the gray hairs of thy servent our father’ (Gn 44.31)
‘hambamu ayah kami yang ubanan itu’ (Gn 44.31)
Kata חֶלְקָה /xělqāh/ pada contoh (155) berasal dari nd berpola qǐṭl dengan konsonan gutural pada radikal pertama. Oleh karena itu, nomina tersebut berpola qěṭlāh dengan ֶ /ě/ (ṣeghôl) pada silabel pertama seperti yang telah dituliskan sebelumnya.
Contoh (158) adalah bentuk jamak dari nb feminin tunggal בְּאֵר /be?ēr/. Nomina tersebut sudah dijelaskan sebelumnya. Perubahan bentuk nb maupun nt jamak nomina tersebut dilakukan hanya dengan menambahkan sufiks jamak feminin ֹת /ōth/.
4.3.5 Nomina Feminin dengan Konsonan ה /h/ atau ת /t/ pada Radikal Ketiga
Berikut ini adalah nomina-nomina feminin dengan konsonan ה /h/ (Hē) atau ת/t/ (Tāw) pada radikal ketiga yang saya ambil secara random dari Genesis.
Perubahan bentuk nt dari nomina-nomina tersebut umumnya dilakukan hanya dengan mengganti akhiran ָה /āh/ atau ֶת /ěth/ dengan sufiks feminin bentuk terikat tunggal.
Pada contoh (159), שָׂפָה /sāfāh/ mengalami pelemahan vokal ָ /ā/ pada silabel pertama שָׂ /sā/ menjadi šewa.
4.3.6 Nt Feminin dengan Akhiran Berpola ֶ ֶ ת
Nomina feminin dengan akhiran berpola ֶֶת dan ֶת mempunyai bentuk nb dan nt yang sama. Akan tetapi, terdapat beberapa nomina feminin yang hanya berakhiran dengan pola ֶֶת pada bentuk nt yang sementara bentuk nb-nya bersufiks feminin bentuk bebas ָה /āh/. Berikut ini nomina yang saya temukan dalam Genesis.
Contoh (165) adalah nomina feminin dengan bentuk nb yang bersufiks feminin ָה /āh/. Namun, ia mempunyai bentuk nt dengan akhiran berpola ֶֶת sama seperti contoh (164).
Nah, sekianlah apa yang dapat saya sampaikan. Mohon ma’af kalau monoton dan ada salah-salah kata. Jangan sungkan untuk mengoreksi dan memberi masukan, ya!!